Saturday, February 24, 2007

enaM tahuN LaLU

hari ini
tepat enam tahun silam
ketika aku kehilangannya
ketika aku menangis
ketika aku terhempas, tak percaya
bahwa raga itu telah ditinggal nyawanya

hari ini kembali terngiang tangisku
ketika kupasang kain putih di depan rumah
sebagai tanda kepergiannya.
ayahku berpulang, ayahku berpulang!

ayah adakah dirimu disana baik² saja
betapa rindu ini selalu menyiksaku
adakah doa yang aku kirim sampai jua?
cinta padamu tak putus walau kita di tempat yang berbeda

Friday, February 23, 2007

misS U watamponE

jangan dikira aku lupa
jangan dikira tak ada cinta
jika saat ini aku pergi
kau selalu kubawa serta

jangan dikira tak ada pilu
jangan dikira tak ada rindu
jika saat ini aku jauh
ku kan kembali padamu

watamponeku
apa kabarmu
nun disana terpatri hatiku
akan tanahku
rumahku
saudaraku

watampone
aga kareba ta
di sini kupatri di diriku
akan citaku esok
tuk bersamamu
melebur cintaku dalam dirimu

jauh aku dari pandangmu
jauh engkau dari pandangku
hutan, gunung pisahkan kita
cinta kasih satukan kita
watampone, aku kan kembali
mencari jejak
yang pernah kutinggal
merajut asa
yang pernah kuhempas
maafkan aku
maafkan aku

tahukah dirimu
kala matahari pagi sapamu
bangunkan tidur panjangmu
di balik gunung, diriku
rekahkan senyum untukmu

tahukah dirimu
kala gelap malam selimutmu
dekap engkau dalam nyenyak
di balik hutan diriku
mimpikan engkau dalam lelapku

lelakI hitaM

Dia bukan siapa-siapa. Dia tak aku kenal juga
Hanya, dalam tiga tahun terakhir ini, setiap hari aku melihatnya. Setiap aku berangkat kerja, lelaki itu telah duduk di depan toko. Telah berpakaian rapi, siap melayani pembeli yang berkunjung ke tokonya.

Dia bukan siapa-siapa. Namanya pun aku tak tau. Tapi wajahnya menjadi begitu akrab bagiku. Seakan wajib bagiku menengok ke kiri tiap lewat di depan tokonya. Setelah melihat lelaki hitam itu duduk di tempat biasa, barulah aku mempercepat laju motorku.

Lelaki hitam itu, sepertinya dari timur sana. Pernah dia tidak duduk di depan tokonya. Beberapa hari aku kehilangan wajah khasnya. Awalnya aku cuek saja. Besoknya masih juga cuek. Pada hari ketiga, aku mulai merasa ada sesuatu yang hilang. Ada pemandangan pagi-ku yang hilang. Kemana lelaki hitam itu? Ada apa gerangan dengan dirinya? Sakitkah? Atau telah pulang ke timur? Ah kenapa pula aku jadi gusar begini. Toch dia bukan siapa-siapa. Kenalpun tidak, batinku menjawab nada-nada gusar hatiku.

Lelaki hitam itu yang mungkin dari timur.
Kemarin pagi sudah mulai duduk lagi di tempat biasa. Alhamdulillah dia baik-baik saja, bisikku ketika itu.

Lelaki hitam itu memang bukan siapa-siapa. Kenalpun, tidak. Nama, asal, tidak ada yang aku tau. Namun jika dia tidak duduk di tempat biasa, aku merasa ada yang hilang. Aku menjadi gusar. Karena lelaki hitam itu pernah membuat aku merenung. tentang hidup yang harus di perjuangkan. Betapa dia rela meninggalkan tanahnya di timur, demi hidup! Mungkin demi ibunya, mungkin demi saudara-saudaranya. Jika lelaki hitam itu tidak duduk di tempat biasa, bagaimana dia bisa hidup? Bagaimana dengan keluarganya?

Monday, February 19, 2007

lembaH sepI


lembah ini telah sepi
hanya terdengar desau angin yang berhembus sekali-kali
tiada lagi suara, percakapan kita
tiada lagi seruling sang gembala

lembah ini telah semakin sepi
percakapan kita telah terhenti, berbulan-bulan
dan sang gembala, ntah kemana kini apakah dia pergi berpindah lembah atau serulingnya yang patah?

lembah ini telah bisu

Monday, February 12, 2007

biduK kitA

tapi katamu aku harus bisa ngerti
katamu aku harus sabar
iya, kuakan mengerti
kuakan sabar
agar biduk ini bisa tetap berlayar

Thursday, February 01, 2007

doA


wahai
bagilah kekuatanMu bagi hati yang terluka
bagilah tabahMu bagi hati yang terluka
bagilah sabarMu bagi hati terluka
wahai
ketika relung hatiku teriris
ketika dadaku sesak akan nafasku yang tiba2 berat
ketika mataku berkaca
ketika sakit itu terasa
kuhanya mampu berbisik
bercerita padaMu
berharap padaMu

SEPATU BOOTS DI LAHAN KOSONG